"Writing is a journey to a discovery"

"Writing is a journey to a discovery"
Sidoarjo Mud
Everymorning i rise a devotion
Everyday i collect passion
Everynight i maintain yearning
To build a true love

13.3.07

Duka Hujan

Pada acara pergantian musim,yang datang hanya angin
Selalu angin membawa segelintir daun kering
Hujan tak seperti biasa, datang terlambat
Biasanya ia turun lebih awal
Karena ia begitu senang menyiram tanaman depan rumah
dan memasang pelangi diatas lembah kampung

Aku pikir musim yang baru akan tiba
Aku sudah lama disini menanti
Di sisi genangan air yang terakhir
Di ujung ladang yang paling tandus
Aku ingin cepat kembali bersama kerabatku di Sahara

Awan mulai mengambil foto landmark kota
Kemudian hujan turun sambil menyapu kabut, merajuk:
Hai kemarau, engkau yang belum waktunya pergi !
Aku baru saja istirahat diatas Himalaya
Baru pulang mengisi oase yang paling jauh
Memenuhi kendi-kendi para pengendara onta
Ceritakan pada kami bagaimana tsunami kemarin lalu ?
Kota yang lama aku suburkan kini hancur
Aku kecewa padamu hari ini
Kenapa engkau pergi begitu saja !
Angin sendiri takkan kuasa menahan laju tsunami

Pada acara pergantian musim
Kemarau yang telah pergi, tak menjawab
Mereka berdua hanya bisa saling memandangi
Satu lukisan surealisme di tanah Aceh
Angin tak mengerti apa apa
Bumi dan langit juga tak bersalah-
mereka : naif !
Bukan aku saja yang sedang bersedih, berkata hujan
Tetapi kami semua !
Laut, matahari dan langit yang menyimpanku dalam awan
Ingin aku menjadi airmata kehidupannya
Sekali-kali mereka ingin menangisi bumi bersama manusia
Gunung-gunung hanya bisa bersedekap
melihat bumi tak kuasa menahan kesabarannya

Pada acara pergantian musim-
musim menangis malah yang datang
menyela...

Tepi Kali Serayu

Kalau mau mampir menulis puisi
Datanglah kemari sore-sore lewat jembatan
Lalu telusuri tepi kali Serayu
Samar kau akan dengar suara kekasih alam
Disela angin muara lembut
gugurkan bulu-bulu jagung muda
Rasakan bagaimana mesra pelukan senja
yang dihias sekelompok walet

Disini ditepi kali Serayu
pasti iri menjadi makhluk tuhan yang lain
Menjadi gerimis meluncur terjun ke daun-daun kuping gajah
Gabung ke kabut menyentuh segala pucuk pinus
Apa menjelma embun pagi menyapa kembang kecubung

Jika menginap di rumah-rumah desa disini
Angin malam akan terus membelai rambutmu dari jendela
Dibelakang rumah, ilalang berbunga kesekian kali
Para belalang mencoba melompati bulan
Jangan berhenti mengerdipkan matamu sampai pagi hari
Kalau perlu, bawalah cangkirmu ke tepi kali Serayu
Kata-kata paling indah akan muncul
dari kopi hangat yang masih mengepul

Di Sisi Danau

Di sisi danau
Hari tanpa gerimis
Semut-semut berperahu daun damar
menggapai teratai
Aku muncul dipermukaan
Saat kau sentuh dan genggam
Aku menggeliat pura-pura loncat
Sembunyi dibalik terumbu jejak kakimu
Perlahan kabur parasmu
Oleh gelombang yang kita kerjakan
Sore belum juga reda
Tornado arang jerami
Mengejarmu pergi
Sampai ke jerami suaramu pudar
Di danauku
Tidak semuanya akan karam
Bahkan wajahmu

Sumedang 06

Kau Tak Lagi Jumpa

Ketika engkau tak lagi jumpa
Mungkin sedang sibuk menatap nomer di lobby elevator
Atau termangu di depan sederet majalah di satu koridor plaza
Atau mungkin lagi terjebak macet,
kemudian kau bertanya-tanya:
Dimanakah U-turn, apa perlu putar balik ?

Kami masih disini jika ingin mencari
Dibilas mentari senja di pantai labuan
Lalu mengambil photo dari atas bukit greenhill
Kemudian memecahkan balon warna di pinggir danau lido

Ketika engkau tak lagi jumpa
Mungkin sedang sibuk mencari sesuatu
Membongkar isi koper satu per satu
di sebuah kamar hotel yang sepi
Takut ada yang tertinggal atau takut kehilangan
Lalu kau merasa sudah lama ditunggu : Bus Rombongan

Kami masih disini jika ingin menghubungi
Melepas merpati dari menara laut pulau bidadari
Setelah itu menunggu talas matang di tengah kebun teh
Lalu membangun perahu dari koran,
menghanyutkannya sampai ke sungai citarik

Ketika engkau tak lagi jumpa
Kami bumbui angin dengan bulu mata
Agar hinggap rasa rindu ke beberapa pribadi
Yang pernah berbagi bahagia – bersama

Waktuku Hanya Habis Untukmu

Waktuku hanya habis untukmu
Mestinya aku lahir sebagai danau
Yang mampu menampung semua air matamu
Atau menjadi lautan
Cukup luas perahumu berlayar
Sedangkan aku
Hanya saluran air yang menunggu
kembang kemuning beserta lembayung
jatuh mewarnaiku

Medan 06

Jejak Asmara Yg Mengering

Buat NA di Taman Lembang

Dibawah beringin yg menjuntai
Belum juga luput dari memori
Dari trotoar yg paling sejuk aku membujuk
Untuk bisa menepi di taman kota ini
Waktu itu Akasia masih bercabang dua
Dan lenguhmu belum mengusik burung dara
Kapan air mancur muncul mengusir para pemancing?
Kapan anak2 berhenti menggoda monyet yang dirantai?
Tapi yg kau pandangi hanya,
Ikan-ikan yang bermain udara
"Kita tak akan sebahagia ikan-ikan itu!" katamu ragu.
Sambil mengurai rambutmu, aku merasa gentar :
"Kita mungkin takkan merasakan pernikahan
Kita mungkin takkan pernah memanen cinta !"
Dan diatas bangku taman yang selalu lembab
Jejak asmara mengering
Mengikuti setiap langkah yg akan berpisah

Rindu Cinta Pertama

Jika kau merasa seperti rinduku
Satu kenangan cinta pertama
akan datang mengajak
Ke malam-malam seperti ini
Ketika dedaun srikaya jatuh dan tumbuh
Pada cabang membentuk sejumlah bayang
Aku pikir sama seperti bayang-bayang nasib dan harapanku
Dan ilalang di belakang rumah
Baru saja tumbuhkan beberapa bunga
Sengaja memberitahu aku kalau
Waktu ini
Benar-benar berlalu

Aku tidak lagi berkelana dalam kereta
Tidak punya paspor dikantong saku
Apalagi jalan jalan kembara yg aku akan kutelusuri
Tak punya waktu lagi untuk menemukan rahasia kebahagiannya
Kini hanya senang duduk di teras rumah
Ditemani teh hangat - mencicipi kerinduan
Akan seseorang yang dulu sering memanggil namaku

Kau kekasih silahkan memotong pendek rambutmu
Atau mengenakan baju longdress
Sapalah selamat tinggal
Pada semua masa lalu,
Pada semua masa remaja kita
Tapi apakah engkau lupa bagaimana dulu kau buat aku terpikat ?
Berlari diatas padang rumput yang berangin
Supaya aku bisa lihat latarbelakangnya
Yakni mentari pagi menyinari atas rambutmu
Menyinari pepohonan, burung dan kolam kota
Apakah kau lupa ketika kau berteriak memanggil namaku
Apakah kau lupa ?!..

Mencari Kata Katamu

Esok aku akan berangkat mencari kata-katamu
Yang kau titipkan saat kukecup keningmu
Bersama sinar mentari pagi
mengecupi baris palem dan deret pohon karet
Sepanjang jalur medan ke rantau prapat
Kata-katamu terberai mimpi merenangi Barumun

Aku menutur bareng kondektur
Kepala-kepala yang tergolek
Embun di kaca jendela
Kaki-kaki yang kebelet kencing

Aku kerahkan pengumpul sampah
Menyusuri gerbong sampai ke kepala
Mungkin saja kata-katamu sembunyi
Dibalik sepatu-sepatu yang tertidur

Kepada para penjaja lemang dan kerupuk jangat
Bangku-bangku yang lelah dan bisu
Gerbong kereta mungkin juga punya impian
Bermain dengan kata-katamu !

Meski nanti aku bisa menemukannya kembali
Akankah masih utuh cinta kita ?
Yang kita hisap sejak malam pertama
Namun sepanjang jalur medan ke rantau prapat
Kata-kata dan bayang wajahmu memudar
Seperti lukisan inai di jemarimu

Medan - Jan 07

Bukan Karena Lekuk Dagu

Bukan karena lekuk dagu
atau kerdip matamu ragu
Sehingga aku selalu kembali padamu
Aku bisa saja pergi kalau hanya karena itu
Biar nanti aku bayangkan dirimu
Di setiap sepi malam

Bukan karena senang mendengar tawa
dan caramu merayu
Sehingga aku merasa kerasan disisimu
Aku bisa saja pergi kalau hanya karena itu
Biar nanti aku merindumu
Di sepanjang jalan, di semua musim yang sunyi

Tetapi karena kamu yang terus bertahan
Menungguku di jalan itu
Gigil tubuhmu ditengah hujan badai
Bahkan biji-biji saga pada rontok
Akasia yang paling tinggi bergerak gerak mau tumbang
Kembang kemboja menjatuhkan diri ke genangan lumpur
Akupun menyerah tak jadi berangkat
Tak mampu meninggalkanmu sendiri
Tanpa cintaku…

Pd Gede, Nov 2005

Hidupmu Tetap Menjadi Rahasia

Dari tempat aku biasa tertidur
Mimpi tak jua selesai
Hidupmu tetap menjadi rahasia
Diantara bintang-bintang yang melingkar

Pada musim delima memerah
Rinduku padamu membara
Tetapi malam yang tiba hanya membawa
Bising laron dan geram cecak
Dimana kutemukan rumah pelangi di bukit berkabut
Agar aku tak lagi beranjak

Kala sepi menceraikan kata-kata
Puisi cinta tak kunjung rampung
Kunanti mentari pagi memeluk segala yang beku
Bersama angin musim semi membilas semua airmata
Dari tempat aku biasa tertidur
Kubangun sedikit demi sedikit kesetiaan
Menjadi cinta sejati

Pd Gede Jan 07

Di Teras Tua

Kpd alm: opung

Hembus angin dingin malam ini hanya menambah siksa
Siksa yang lahir dari sisa-sisa hidupku
Karena aku kini hanya bisa duduk diteras tua
Ditemani foto pernikahanku, 63 th yang lalu dan
Teh hangat yang dibikin anak bungsuku,
Rutin tersedia dikala sore
Agar aku lebih betah menunggu
Menunggu malam terakhirku
Apalagi yang tersisa dari diriku
Hanya beban keluarga tak berguna
Tanpa asuransi kesehatan tanpa warisan berharga
Mana ada yang mau beri aku lagi tiket kereta,
Apalagi undangan dari teman lama

O Tuhan
Dimanakah Puspita kini?
Dimanakah Setiawati ?
Aku meraba-raba meja mencari mencari rokok, mencari korek
Meraba Puspita, meraba Setiawati.

Dulu waktu masih muda ketika mulai mencari cinta
Aku akan selalu pergi dari teras ini
Melewati jalan jalan tak bernama
Memasuki lagi desa desa tak punya ketua
Barikade batas negara aku terabas
Aku akan merayu Puspita di taman kota
Aku akan memeluk Setiawati di jembatan merah Surabaya
Ada jalan-jalan di Tebing Tinggi, Selat Panjang yang paling indah
tempat kami biasa bersekongkol untuk menjual kapal milik Belanda
Tempat kami mencuri perhiasan none-none Belanda
Tempat kami karungkan para penghianat, lalu menceburkannya di laut

Sayang aku belum sempat mengajakmu pergi kesana
Untuk mengenali lagi sungai Siak yang paling rahasia
Dan batu-batu prasasti yang kami temukan waktu itu
Monumen para pahlawan, para pencari kehormatan dunia
Membangun Vihara dan Masjid saling berdekatan
Mendirikan gereja dan kuil saling berhadapan
Sekarang aku hanya bisa duduk diteras tua
Bahkan di depan, pantai sudah berkali-kali senja
Dan dibelakang, kembang kaca piring sudah tumbuh sekian kali
Bagai menusuk-nusuk hatiku

Satupersatu teman kembara aku kubur, bersama kenanganku yang lain
Pelana kuda, busur panah dan ransel berisi besting kemah
Peta peta gunung tua dan buku kecil mantra
Dan barang-barang yang kuperoleh dari perjalanan
Telah dikunci di kotak besi oleh anak-anakku
Mereka berbisik kalau aku membuka kotak itu lagi
Umurku masih akan panjang,
cerita masalaluku akan beterbangan
dari mulut dan otakku
Mereka sudah bosan, aku hanya bisa menghayal dan pikun katanya
Makanya kotak itu tak pernah dibuka lagi

Padahal salah satu isinya adalah
bintang jasa yang disematkan presiden pertama
Sehabis aku menyelamatkan teman teman batalyon saat konfrontasi Malaysia
Masih aku ingat pipi Bung Karno yg merah dan matanya yg tajam
Menyalamiku dan menepuk pundakku
Semuanya itu sudah tak bisa membuatku bahagia lagi
Yang kutunggu hanyalah malam terakhir
Kapan aku meninggalkan teras tua ini
Tetapi malam terakhirku belum juga datang
Yang datang hanyalah sejumlah bayang dan angin dingin
Ada bayang yang membuat hatiku sakit
Ancaman anak sulungku
kalau aku merokok lagi ia tak mau mengurusku lagi

Ada bayang yang membuatku menangis
Ketika aku tak mampu memberikan seluruh cintaku
pada isteriku tersayang
yang selalu aku tinggal pergi ke medan laga
Sehingga setiap malam ia selalu terjaga memimpikan aku tertembak
Atau disiksa musuh, para pemberontak keamanan

Ya Allah apa sebab kau masih memelihara aku di teras tua ?
Padahal teman-temanku sudah terbang ke langitMu
Mengapa kau selamatkan aku dari kubur masal di Aceh
Dari berondong senjata di Timor ?
Dari tenggelamnya kapal di Kepulauan Riau ?
Berapa penyakit lagi yang akan kau kirim agar hatiku terbuka
Agar malaikat maut mau memasuki kalbuku

Ya Allah, cepatlah datangkan !
Aku sudah siapkan hatiku untuk malaikatmu
Bawalah pula bayang cinta pertama yang membuatku tersenyum
Menjemputku sambil membawa dosa-dosaku
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku
Jangan jadikan kedatangan malaikatmu untuk menyiksaku
Karena malam-malam yang aku jalani
kurasakan siksa sepimu sudah begitu ganas
Terimalah doaku. Amien