Pada acara pergantian musim,yang datang hanya angin
Selalu angin membawa segelintir daun kering
Hujan tak seperti biasa, datang terlambat
Biasanya ia turun lebih awal
Karena ia begitu senang menyiram tanaman depan rumah
dan memasang pelangi diatas lembah kampung
Aku pikir musim yang baru akan tiba
Aku sudah lama disini menanti
Di sisi genangan air yang terakhir
Di ujung ladang yang paling tandus
Aku ingin cepat kembali bersama kerabatku di Sahara
Awan mulai mengambil foto landmark kota
Kemudian hujan turun sambil menyapu kabut, merajuk:
Hai kemarau, engkau yang belum waktunya pergi !
Aku baru saja istirahat diatas Himalaya
Baru pulang mengisi oase yang paling jauh
Memenuhi kendi-kendi para pengendara onta
Ceritakan pada kami bagaimana tsunami kemarin lalu ?
Kota yang lama aku suburkan kini hancur
Aku kecewa padamu hari ini
Kenapa engkau pergi begitu saja !
Angin sendiri takkan kuasa menahan laju tsunami
Pada acara pergantian musim
Kemarau yang telah pergi, tak menjawab
Mereka berdua hanya bisa saling memandangi
Satu lukisan surealisme di tanah Aceh
Angin tak mengerti apa apa
Bumi dan langit juga tak bersalah-
mereka : naif !
Bukan aku saja yang sedang bersedih, berkata hujan
Tetapi kami semua !
Laut, matahari dan langit yang menyimpanku dalam awan
Ingin aku menjadi airmata kehidupannya
Sekali-kali mereka ingin menangisi bumi bersama manusia
Gunung-gunung hanya bisa bersedekap
melihat bumi tak kuasa menahan kesabarannya
Pada acara pergantian musim-
musim menangis malah yang datang
menyela...
"Writing is a journey to a discovery"
Everymorning i rise a devotion
Everyday i collect passion
Everynight i maintain yearning
To build a true love
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment